Sabtu, 07 Desember 2013

ENVIRONMENT IMPACT ANALYSIS

A.) Definisi AMDAL
Pengertian Analisis Mengenai Dampak LIngkungan (AMDAL) menurut PP Nomor 27 tahun 1999 pasal 1 adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan kegiatan. Arti lain analisis dampak lingkungan adalah teknik untuk menganalisis apakah proyek yang akan dijalankan akan mencemarkan lingkungan atau tidak, dan jika ya, maka akan diberikan jalan alternatif pencegahannya atau suatu hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan dan diperkirakan mempunyai dampak peting terhadap lingkungan hidup.
Alasan AMDAL diperlukan untuk melakukan suatu studi kelayakan, yaitu :
ü  Karena undang-undang dan peraturan pemerintah menghendaki demikian.
ü  AMDAL harus dilakukan agas kualitas lingkungan tidak rusak dengan beroperasinya proyek-proyek industri.
Komponen AMDAL terdiri dari:
ü  PIL (Penyajian Informasi Lingkungan)
ü  KA (Kerangka Acuan)
ü  ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan)
ü  RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan)
ü  RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan)

B.) Parameter AMDAL 


Seperti diketahui bahwa lingkungan merupakan suatu sistem dimana terdapat interaksi antara berbagai macam parameter lingkungan didalamnya.  Misalnya suatu penentuan lahan (zoning) untuk pembangunan perumahan dapat menyebabkan erosi tanah ditempat lain karena adanya dislokasi bebatuan atau dapat menyebabkan hilangnya tingkat kesuburan tanah akibat terkikisnya lapisan atas lahan tersebut.
Parameter atau atribut lingkungan dapat dikategorikan menjadi tiga jenis :
-Parameter terperinci yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan keadaan lingkungan di mana setiap perubahan dari parameter ini akan merupakan indikator dari perubahan-perubahan dalam lingkungan yang bersangkutan.
-Parameter umum yaitu suatu tinjauan singkat atas parameter lingkungan yang secara umum dapat menggambarkan sifat dari dampak-dampak yang potensial terhadap lingkungan.
-Parameter controversial yaitu parameter lingkungan yang karena usaha-usaha pembangunan fisik mendapat dampak lingkungan tertentu atas dampak yang terjadi ini kemudian timbul suatu reaksi yang bertentangan dari masyarakat umum.

Parameter lingkungan yang harus dianalisis pada operasi AMDAL, meliputi :
A. Dampak lingkungan langsung :
Faktor fisis biologis :
ü  Udara
ü  Air
ü  Lahan
ü  Aspek ekologi hewan dan tumbuhan
ü  Suara
ü  SDA termasuk kebutuhan energi
Faktor Sosial Budaya
ü  Taat cara hidup
ü  pola kebutuhan psikologis
ü  sistem psikologis
ü  kebutuhan lingkungan sosial
ü  pola sosial budaya

Faktor Ekonomi
ü  Ekonomi regional dan ekonomi perkotaan
ü  Pendapatan dan pengeluaran sector public
ü  Konsumsi dan pendapatan perkapita 

B. Dampak lingkungan langsung :


- Perluasan pemanfaatan lahan
- Pengembangan kawasan terbangun
- Perubahan gaya hidup karena meningkatnya daya mobilitas masyarakat dll.


           Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat dikemukakan bahwa “Analisis Dampak Lingkungan” adalah suatu studi tentang kemungkinan perubahan-perubahan yang terjadi dalam berbagai karakteristik sosial ekonomi dan biologis dari suaut lingkungan yang mungkin disebabkan oleh suatu tindakan yang direncanakan maupun tindakan pembangunan yang telah dilaksanakan dan merupakan ancaman terhadap lingkungan.
Dokumen AMDAL terdiri dari :
ü  Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-AMDAL)
ü  Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)
ü  Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
ü  Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

AMDAL digunakan untuk:
ü  Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
ü  Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
ü  Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
ü  Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
ü  Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan


Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
·         Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
·         masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
·         Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012
·         Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010
·         Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006
·         Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008



C.) Inti AMDAL 

Tiga nilai-nilai inti AMDAL :
ü  integritas-dalam proses AMDAL akan sesuai dengan standar yang disepakati.
ü  utilitas - dalam proses AMDAL akan menyediakan seimbang, kredibel informasi untuk keputusan.
ü  kesinambungan - dalam proses AMDAL akan menghasilkan perlindungan lingkungan.


Manfaat AMDAL meliputi:
ü  berwawasan lingkungan dan berkelanjutan desain.
ü  kepatuhan dengan standar yang lebih baik.
ü  tabungan modal dan biaya operasi.
ü  mengurangi waktu dan biaya untuk persetujuan.
ü  proyek peningkatan penerimaan.
ü  perlindungan yang lebih baik terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.

D.) Proses AMDAL dalam Hukum Pranata Pembangunan 


AMDAL adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, merupakan reaksi terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang semakin meningkat. Reaksi ini mencapai keadaan ekstrem sampai menimbulkan sikap yang menentang pembangunan dan penggunaan teknologi tinggi. 
Dengan ini timbullah citra bahwa gerakan lingkungan adalah anti pembangunan dan anti teknologi tinggi serta menempatkan aktivis lingkungan sebagai lawan pelaksana dan perencana pembangunan. Karena itu banyak pula yang mencurigai AMDAL sebagai suatu alat untuk menentang dan menghambat pembangunan.
AMDAL mulai berlaku di Indonesia tahun 1986 dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1086. Karena pelaksanaan PP No. 29 Tahun 1986 mengalami beberapa hambatan yang bersifat birokratis maupun metodologis, maka sejak tanggal 23 Oktober 1993 pemerintah mencabut PP No. 29 Tahun 1986 dan menggantikannya dengan PP No. 51 Tahun 1993 tentang AMDAL dalam rangka efektivitas dan efisiensi pelaksanaan AMDAL. 
Dengan diterbitkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997, maka PP No. 51 Tahun 1993 perlu disesuaikan. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1999, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999. Melalui PP No. 27 Tahun 1999 ini diharapkan pengelolaan lingkungan hidup dapat lebih optimal.
AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain:
·                     jumlah manusia yang terkena dampak
·                     luas wilayah persebaran dampak
·                     intensitas dan lamanya dampak berlangsung
·                     banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
·                     sifat kumulatif dampak
·                     berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak


E.) Kesimpulan

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan,merupakan reaksi terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang semakin meningkat. Reaksi ini mencapai keadaan ekstrem sampai menimbulkan sikap yang menentang pembangunan dan penggunaan teknologi tinggi. Menurut saya, seiring berkembangnya teknologi dan seirin perkembangnya zaman banyak dilakukanya pembangunan dan tidak jarang dalam melakukan pembangunan tidak memperhatikan atau tidak bertanggung jawab pada lingkungan sekitar.
Dampaknya yaitu seperti :
- Perluasan pemanfaatan lahan
- Pengembangan kawasan terbangun
- Perubahan gaya hidup karena meningkatnya daya mobilitas masyarakat dll.
Dengan adanya AMDAL ini, kita dapat mengetahui akibat dan dampak dari pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan. Dan dengan adanya AMDAL ini dapat membantu mecari bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah serta  pengambilan keputusan lingkungan yang layak/tepat untuk dibangun.

Jadi, Apabila ingin merencanakan bangunan sebaiknya harus dengan syarat-syarat yang sudah ditentukan sesuai undang-undang dan sesuai 


*Kesimpulan relatif dari diri sendiri, Jikalau ada salah kata tolong diberi saran dan kritiknya yah. Terimakasih ^_^*

Sumber:



PERENCANAAN FISIK BANGUNAN

A.)  Pengertian 
 Perencanaan fisik pembangunan pada hakikatnya dapat diartikan sebagai suatu usaha pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan fisiknya.

B.) Skema Perencanaan


-Kepala Bidang Fisik dan Prasarana
Mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kepala Badan lingkup Fisik dan Prasarana, dalam melaksanakan tugasnya juga menyelenggarakan fungsi :
a.       Penyusunan kebijakan tehnis, program dan kegiatan perencanaan pembangunan tahunan bidang Fisik dan Prasarana lingkup prasarana wilayah dan Tata Ruang serta Sumber Daya Alam
b.      Pengoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan bidang Fisik dan Prasarana lingkup prasarna wilayah dan Tata Ruang serta SDA
c.       Pembinaan dan pelaksanaan tugas perencanaan perencanaan pembangunan bidang Fisik dan Prasarana lingkup prasarna wilayah dan Tata Ruang serta Sumber Daya Alam.
d.      Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan lingkup tugasnya

-Kepala Sub-Bidang Prasarana Wilayah
Mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kabid Fis

ik dan Prasarana  dilingkup Prasarana Wilayah, dalam melaksanakan tugasnya, juga menyelenggarakan fungsi :
a.       Penyiapan dan penyusunan bahan kebijakan tehnis perencanaan pembangunan pada Sub Bidang Prasarana Wilayah dilingkup PU, Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
b.      Penyusunan anggaran pada Sub Bidang Prasarana Wilayah dan pengkoordinasian penyusunan anggaran lingkup PU, Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
c.       Penyiapan dan penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan perencanaan pembangunan lingkup sub Bidang Prasarana Wilayah
d.      Pengendalian pemantauan dan evaluasi pelaksanaan  program dan kegiatan perencanaan pembangunan lingkup sub Bidang Prasarana Wilayah
e.       Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan lingkup tugasnya

-Kepala Sub-Bidang Tata Ruang dan Sumber Daya Alam
Mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kabid Fisik dan Prasarana  dilingkup Tata Ruang dan Sumber Daya Alam, dalam melaksanakan tugasnya juga menyelenggarakan fungsi :
a.       Penyiapan dan penyusunan bahan kebijakan tehnis perencanaan pembangunan pada Sub Bidang Tata Ruang dan Sumber Daya Alam, lingkungan hidup
b.      Penyiapan dan penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan perencanaan pembangunan lingkup sub Tata Ruang dan Sumber Daya Alam, lingkungan hidup
c.       Pengendalian pemantauan dan evaluasi pelaksanaan  program dan kegiatan perencanaan pembangunan lingkup sub Bidang Tata Ruang dan Sumber Daya Alam, lingkungan hidup
d.      Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan lingkup tugasnya

C.) Distribusi Tata Ruang Lingkungan

1.           Nasional
            Yang dibicarakan dalam lingkup nasional ini hanyalah, misalnya daerah atau kota yang memenuhi kriteria yang ditetapkan dan studi kelayakan dalam skala yang luas. Jadi pemeilihan dan penentuan daerah untuk pembangunan perumahan tadi secara spesifik menjadi wewenang lagi dari pemerintaan tingkat lokal.
Meskipun rencana pembangunan nasional tidak dapat secara langsung menjabarkan perencanan fisik dalam tingkat lokal tetapi sering kali bahwa program pembangunan tingkat nasional sangat mempengaruhi program pembangunan yang disusun oleh tingkat lokal. Sebagai contoh, ketidaksingkronan program pendanaan antara APBD dan APBN, yang sering mengakibatkan kepincangan pelaksanaan suatu program pembangunan fisik, misalnya; bongkar pasang untuk rehabilitasi jaringan utilitas kota.
2.     Regional
 Instansi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkatan regional di Indonesia adalah Pemda Tingkat I, disamping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal (kantor wilayah). Contoh; Dinas PU Propinsi, DLLAJR, Kanwil-kanwil. Sedang badan yang mengkoordinasikannya adalah Bappeda Tk. I di setiap  provInsi.
 Walaupun perencanaan ditingkat kota dan kabupaten konsisten sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah digariskan diatas (tingkat nasional dan regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai kewenangan mengurus perencanaan wilayahnya sendiri
3.            Lokal
 Penanganan perencanaan pembangunan ditingkat local seperti Kodya atau kabupaten ini biasanya dibebankan pada dinas-dinas, contoh: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas Kesehatan, Dinas PDAM. Koordinasi perencanaan berdasarkan Kepres No.27 tahun 1980 dilakukan oleh BAPPEDA Tk.II.
       Saat ini perlu diakui bahwa sering terjadi kesulitan koordinasi perencanaan. Masalah ini semakin dirasakan apabila menyangkut dinas-dinas eksekutif daerah dengan dinas-dinas vertikal.
       Di Amerika dan Eropa sejak 20 tahun terakhir telah mengembangkan badan-badan khusus darai pemerintah kota untuk menangani program mota tertentu, seperti program peremajaan kota (urban renewal programmes). Badan otorita ini diberi wewenang khusus untuk menangani pengaturan kembali perencanaan fisik terperinci bagian-bagian kota.
4.    Sektor Swasta
 Lingkup kegiatan perencanaan oleh swasta di Indonesia semula memang hanya terbatas pada skalanya seperti pada perencanaan perumahan, jaringan utilitas, pusat perbelanjaan dll.
Dewasa ini lingkup skalanya sudah luas dan hampir tidak terbatas. Badan-badan usaha konsultan swasta yang menjamur adalah indikasi keterlibatan swasta yang makin meluas. Semakin luasnya lingkup swasta didasari pada berkembangnya tuntutan layanan yang semakin luas dan profesionalisme. Kewenangan pihak swasta yang semakin positif menjadi indikator untuk memicu diri bagi Instansi pemerinta maupun BUMN. Persaingan yang muncul menjadi tolok ukur bagi tiap-tiap kompetitor (swasta dan pemerintah) dan berdampak pada peningkatan kualitas layanan/produk.
  Pihak swasta terkecil adalah individu atau perorangan. Peran individu juga sangat berpengaruh terhadap pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Contoh apabila seseorang membuat rumah maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi peraturan yang berlaku. Taat pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya. Kepentingannya dalam membangun harus singkron dengan kepentingan lingkungan disekitarnya, tataran lokal hingga pada tataran yang lebih luas.
D.)  Sistem Wilayah Pembangunan
Pengertian wilayah dipahami sebagai ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktifitas. Sementara itu wilayah menurut Hanafiah (1982) adalah unit tata ruang yang terdiri atas jarak, lokasi, bentuk dan ukuran atau skala. Dengan demikian sebagai satu unit tata ruang yang dimanfaatkan manusia, maka penataan dan penggunaan wilayah dapat terpelihara. Sedangkan Hadjisaroso (1994) menyatakan bahwa wilayah adalah sebutan untuk lingkungan pada umumnya dan tertentu batasnya. Misalnya nasional adalah sebutan untuk wilayah dalam kekuasaan Negara, dan daerah adalah sebutan untuk batas wilayah dalam batas kewenangan daerah. Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Struktur perencanaan pembangunan nasional saat ini mengacu pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional. UU tersebut mengamanahkan bahwa kepala daerah terpilih diharuskan menyusun rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) di daerah masing-masing. Dokumen RPJM ini akan menjadi acuan pembangunan daerah yang memuat, antara lain visi, misi, arah kebijakan, dan program-program pembangunan selama lima tahun ke depan. Sementara itu juga, dengan dikeluarkan UU No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, maka ke dalam – dan menjadi bagian – dari kerangka perencanaan pembangunan tersebut di semua tingkatan pemerintahan perlu mengintegrasikan aspek wilayah/spasial. Dengan demikian 33 provinsi dan 496 kabupaten/kota yang ada di Indonesia harus mengintegrasikan rencana tata ruangnya ke dalam perencanaan pembangunan daerahnya masing-masing). Seluruh kegiatan pembangunan harus direncanakan berdasarkan data (spasial dan nonspasial) dan informasi yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.
Sesungguhnya landasan hukum kebijakan pembangunan wilayah di Indonesia terkait dengan penyusunan tata ruang di Indonesia secara umum mengacu pada UU tentang Penataan Ruang. Pedoman ini sebagai landasan hukum yang berisi kewajiban setiap provinsi, kabupaten dan kota menyusun tata ruang wilayah sebagai arahan pelaksanaan pembangunan daerah. Rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang sangat umum sampai tingkat yang sangat perinci seperti dicerminkan dari tata ruang tingkat provinsi, kabupaten, perkotaan, desa, dan bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis, misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, jaringan jalan, dan lain sebagainya. Kewajiban daerah menyusun tata ruang berkaitan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah. Menindaklanjuti undang- undang tersebut, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 menetapkan enam pedoman bidang penataan ruang, meliputi:
1. Pedoman penyusunan RTRW provinsi.
2. Pedoman penyusunan kembali RTRW provinsi.
3. Pedoman penyusunan RTRW kabupaten.
4. Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten.
5. Pedoman penyusunan RTRW perkotaan.
6. Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan.
Mengingat rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam rencana pembangunan nasional dan pembangunan daerah, tata ruang nasional, provinsi dan kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari aspek substansi dan operasional harus konsistensi. Adanya peraturan perundang-undangan penyusunan tata ruang yang bersifat nasional, seperti UU No. 25 Tahun 2004 dan Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 tersebut, kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan pemetaan mintakat ruang sesuai dengan asas optimal dan lestari.
Dengan demikian, terkait kondisi tersebut, dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu pada visi dan misi tersebut. Dengan kata lain, RTRW yang ada merupakan bagian terjemahan visi, misi daerah yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan ruang. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

 1. RTRW nasional merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah negara yang meliputi tujuan nasional dan arahan pemanfaatan ruang antarpulau dan antarprovinsi. RTRW nasional yang disusun pada tingkat ketelitian skala 1:1 juta untuk jangka waktu selama 25 tahun.

 2. RTRW provinsi merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan runag wilayah provinsi yang berfokus pada keterkaitan antarkawasan/kabupaten/kota. RTRW provinsi disusun pada tingkat ketelitian skala 1:250 ribu untuk jangka waktu 15 tahun. Berdasar pada landasan hukum dan pedoman umum penyusunan tata ruang, substansi data dan analisis penyusunan RTRW provinsi mencakup kebijakan pembangunan, analisis regional, ekonomi regional, sumber daya manusia, sumber daya buatan, sumber daya alam, sistem permukiman, penggunaan lahan, dan analisis kelembagaan. Substansi RTRW provinsi meliputi: Arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang; arahan pengelolaan kawasan lindung dan budi daya; arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan tematik; arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya; arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan; arahan pengembangan sistem prasarana wilayah; arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan; arahan kebijakan tata guna tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain.
3.  RTRW kabupaten/Kota merupakan rencana tata ruang yang disusun berdasar pada perkiraan kecenderuangan dan arahan perkembangan untuk pembangunan daerah di masa depan. RTRW kabupaten/kota disusun pada tingkat ketelitian 1:100 ribu untuk kabupaten dan 1:25 ribu untuk daerah perkotaan, untuk jangka waktu 5–10 tahun sesuai dengan perkembangan daerah.
- Peranannnya Dalam ingkup : Nasional, Regional, Lokal, Sektor Swasta
Peran Perencanaan dalam 4 lingkup :
1.    Lingkup Nasional
2.    Lingkup Regional
3.    Lingkup Lokal
4.    Lingkup Sektor Swasta




E.)Kesimpulan

Perencanaan fisik pembangunan pada hakikatnya dapat diartikan sebagai suatu usaha pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan fisiknya. Menurut saya sendiri, perencanaan fisik bangunan dibangun karena adanya kebutuhan hidup manusia. Sehingga, dimulai perencanaan dalam membangun bangunan tersebut sesuai kebutuhan fisiknya.Dan dalam membangun bangunan tersebut sesuai dengan distribusi tata ruang lingkup, yaitu meliputi :
-Nasional
-Regional
-Lokal
-Sektor swasta
Namun, dalam melakukan perencanaan fisik bangunan tersebut harus mengikuti ketentuan ketentuan yang berlaku sesuai dengan fungsi bangunan yang akan dibangun dan sesuai dengan wilayah dalam peta peruntukkan sesuai dengan undang-undang No. 25 Th 2004 tentang sistem perencanaan sosial.

*Kesimpulan relatif dari diri sendiri, Jikalau ada salah kata tolong diberi saran dan kritiknya yah. Terimakasih ^_^*


Sumber :
http://fdanbdanp.blogspot.com/2013/02/perencanaan-fisik-bangunan.html