A. TATA HUKUM KEBIJAKAN NEGARA
Tata Hukum berasal dari bahasa Belanda, ”
recht orde “ ialah susunan hukum, yang artinya memberikan tempat
sebenarnya kepada hukum, yaitu dengan menyusun lebih baik, dan tertib aturan
hukum – aturan hukum dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Dalam Tata Hukum, ada aturan hukum yang
berlaku, pada saat tertentu, yang disebut hukum Positif atau Ius Constitutum, aturan-aturan hukum yang berlaku
tersebut dinamakan rech, atau Hukum.
Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tentang
negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan
lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga
negara, wilayah dan warga negara. Hukum tata negara mengatur mengenai negara
dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu keadaan nyata dari suatu negara
tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu, dll dari negara tertentu) tetapi
lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini membicarakan negara dalam arti
yang abstrak.
Kebijakan negara diperuntukkan untuk kepentingan negara.
Contoh: kebijakan moneter negara, kebijakan luar negeri, dll. Menurut James E
Anderson ( dalam Islamy,2004 : 19) kebijaksanaan negara
adalah kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dikembangkan oleh badan-badan dan
pejabat-pejabat pemerintah.
Implikasi dari pengertian kebijakan negara tersebut adalah :
1) Bahwa
kebijakan negara itu sesalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan
tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan;
2) Bahwa
kebijaksanaan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat
pemerintah;
3) Bahwa kebijaksanaan itu adalah merupakan
apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang
pemerintah bermaksud akan melakukan sesuatu atau menyatakan akan melakukan
sesuatu;
4) Bahwa kebijaksanaan negara itu bisa
bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah
mengenai suatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalamartimerupakan
keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; dan
5) Bahwa
kebijaksanaan pemerintah setidak-tidaknya dalamarti yang positif didasarkan
atau selalu dilandasi pada peraturan-peraturanperundangan yang bersifat memaksa
(otoritarif).
B. PERATURAN PEMERINTAH DAN PERATURAN DAERAH
Peraturan Pemerintah (disingkat PP) adalah Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan
Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah
materi untuk menjalankan Undang-Undang. Di
dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
dinyatakan bahwa Peraturan Pemrintah sebagai aturan organik daripada
Undang-Undang menurut hirarkinya tidak boleh tumpangtindih atau bertolak
belakang.
Peraturan Pemerintah ditandatangani oleh Presiden.
Peraturan Pemerintah ditandatangani oleh Presiden.
Peraturan Daerah adalah
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/wali kota).
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah terdiri atas:
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah terdiri atas:
§ Peraturan Daerah Provinsi, yang berlaku
di provinsi tersebut. Peraturan Daerah Provinsi dibentuk oleh DPRD Provinsi
dengan persetujuan bersama Gubernur.
§ Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang
berlaku di kabupaten/kota tersebut. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk
oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat terhadap Peraturan Daerah Provinsi.
Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Peraturan Daerah
dikenal dengan istilah Qanun. Sementara di
Provinsi Papua, dikenal istilah Peraturan Daerah Khusus dan Peraturan Daerah Provinsi.
-Mekanisme Pembentukan Peraturan Daerah
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)
dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah (gubernur, bupati, atau wali kota).
Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Sedangkan
Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala
Daerah.
Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama gubernur atau bupati/wali kota. Pembahasan bersama tersebut melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna.
Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka waktu palinglambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui bersama tidak ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan.
Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama gubernur atau bupati/wali kota. Pembahasan bersama tersebut melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna.
Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka waktu palinglambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui bersama tidak ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan.
-
KUMPULAN
PERATURAN PEMBANGUNAN
Berikut ini merupakan kumpulan peraturan-peraturan
pemerintah dan daerah yang terkait dengan pembangunan, perumahan dan pemukiman,
perkotaan, konstruksi, dan tata ruang.
1. UNDANG-UNDANG
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Lihat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002
Undang-undang ini mengatur
· Fungsi
bangunan gedung,
· Persyaratan
bangunan gedung,
· Penyelenggaraan
bangunan gedung,
· Hak
dan kewajiban pemilik dan pengguna gedung pada setiap tahap penyelenggaraan
bangunan gedung,
· Ketentuan
tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan
peralihan, dan ketentuan penutup.
Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi
oleh asa kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung
dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan
berkeadilan.
2. PERATURAN
PEMERINTAH Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun
2002
Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005
Peraturan Pemerintah ini merupakan aturan pelaksanaan dari
UU No.28 Tahun 2002. yang mana mengatur pelaksanaan
· Fungsi
bangunan gedung,
· Persyaratan
bangunan gedung,
· Penyelenggaraan
bangunan gedung,
· Peran
masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung, dan
· Pembinaan
dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
3. UNDANG-UNDANG
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Lihat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
Undang-undang ini memuat hukum tata ruang yang berisi
· sekumpulan
asas,
· pranata,
· kaidah
hukum, yang mengatur hal ikhwal yang berkenaan dengan
· hak,
· kewajiban,
· tugas,
· wewenang
pemerintah serta hak dan kewajiban masyarakat
Dalam upaya mewujudkan tata ruang yang terencana
dengan memperhatikan keadaan lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan
sosial, interaksi antar lingkungan, tahapan dan pengelolaan bangunan, serta
pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumber daya manusia yang ada, berdasarkan
kesatuan wilayah nasional dan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
4. PERATURAN
MENTERI Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung.
Lihat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006
· Peraturan
Menteri ini adalah pedoman dan standar teknis yang dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertera dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005.
· Pedoman
teknis ini dimaksudkan sebagai acuan yang diperlukan dalam mengatur dan
mengendalikan penyelenggaraan bangunan gedung dalam rangka proses perizinan
pelaksanaan dan pemanfaatan bangunan, serta pemeriksaan kelayakan fungsi
bangunan gedung.
5. UNDANG-UNDANG
Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
Lihat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985
· Pembangunan
rumah susun untuk BUMN atau Swasta yang bergerak pada usaha itu atau swadaya
masyarakat pada dasarnya diperbolehkan, asal sesuai dengan ketentuan.
· Undang-undang
ini mewajibkan adanya Perhimpunan Penghuni, anggotanya adalah seluruh penghuni.
· Rumah
susun dengan hak kepengolaan, harus diurus dulu hak tersebut menjadi hak guna
bangunan "sebelum" dijual persatuan unit.
6. UNDANG-UNDANG
Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
Lihat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992
Setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan
wajib mengikuti persyaratan :
· teknis,
· ekologis,
dan
· administratif,
melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan.
Rumah dapat dijadikan jaminan hutang. Rumah juga bisa dialih
tangankan, diperjualbelikan, dihibahkan dan diwariskan.
7. UNDANG-UNDANG
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Lihat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
· Pasal-pasal
dalam undang-undang ini menjamin hak-hak atas tanah, mengandung sifat-sifat
dapat dipertahankan terhadap gangguan dari siapapun.
· Sifat-sifat
yang demikian itu merupakan jaminan aspek tanah atas keamanan bangunan yang
dibangun atasnya.
· Macam-macam
hak atas tanah untuk bangunan bergantung pada subjek hak dan jenis penggunaan
tanahnya, jadi bukan karena memperhatikan luas tanahnya.
· Orang
perorangan dapat memiliki hak milik atas tanah dan bangunan sepanjang batasan
luas yang wajar untuk bangunan atau sesuai dengan peruntukan yang telah
ditetapkan pemerintah setempat.
8. UNDANG-UNDANG
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
Lihat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999
9. UNDANG-UNDANG
Perburuhan (Bidang Hubungan Kerja):
· Nomor 12 Tahun 1948
tentang Kriteria Status dan Perlindungan Buruh
Lihat Undang-Undang No. 12 Tahun 1948
· Nomor 12 Tahun 1964
tentang Pemutusan Hubungan Kerja
C. KESIMPULAN
Menurut saya sendiri, dengan adanya undang-undang peraturan
pembangunan nasional sangatlah fungsional. Karena, dengan adanya undang-undang
tersebut seseorang dalam membangun mengikuti syarat-syarat pembangunan yang
berlaku, seperti :
ü
Dalam
membangun memiliki surat izin pemerintah dalam membangun suatu bangunan
ü
Memiliki
hak atas tanah untuk bangunan
ü
Tidak
semena-mena dalam membangun
ü
Sesuai
dengan undang-undang yang berlaku
ü
Membangun
bangunan tidak merusak lingkungan sekitar
ü
Dalam
membangun ada sifat-sifat yang harus dipertahankan
ü
Dan
sebagainya yang bersifat positif dan tidak merugikan di berbagai pihak dalam
membangun.
Jikalau, terdapat kesalahan mohon dikritik. kritikan anda sangat berarti untu saya :)
SUMBER :
(Kesimpulan relatif dari diri sendiri ^_^)